Just another free Blogger theme

adst


Pengikut

https://rppguruman2022.blogspot.com/

Total Tayangan Halaman

Jumat, 19 April 2024


class="separator" style="clear: both; text-align: center;">



Assalamu alaikum 


Deskripsi Masalah


   Solang adalah orang yang mempunyai modal yang di dapat dari hutang untuk di belanjakan ke barang dagangannya. Setelah setahun ternyata Solang mendapatkan keuntungan yang lebih dengan kata lain nyampe ke nishob. Namun hutang modal tersebut belum terlunasi.

             

✳️ Pertanyaan

 

1. Apakah Solang tetap wajib bayar zakat sedang hutang masih belum lunas ? 2. Apakah ada khilafiyah ulama bahwasanya modal hutang itu tidak wajib bayar zakat  ?


✳️ Jawaban:


1. Solang tetap wajib zakat atas keuntungannya meskipun modalnya berasal dari hutang


2. Memang terdapat khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama tentang kewajiban zakat atas modal usaha yang berasal dari hutang. Ibarotnya di kitab " تحفة المحتاج في شرح المنهاج " (Jilid 13, hlm. 22)


*PERINCIAN JAWABAN:*

_NOMOR 1_

Berdasarkan ibarot ini, maka Solang tetap wajib zakat atas keuntungannya meskipun modalnya berasal dari hutang . 


Akan saya jelaskan sedikit Referensi:


- {الفقه الاسلامي وادلته، (Jilid 2, hlm. 749-850)

- : Imam Syafi'i dalam kitabnya menyatakan bahwa hutang yang menghabiskan dana zakat atau mengurangi harta di bawah nishab tidak menghalangi kewajiban zakat. Zakat tetap wajib atas pemilik harta karena zakat melekat pada harta, sedangkan hutang melekat pada diri. Keduanya tidak saling menghalangi seperti halnya hutang dan diyat (denda pembunuhan).

- مغني المحتاج  (Jilid 1, hlm. 411):

- Hutang tidak menghalangi kewajiban zakat, baik yang segera jatuh tempo maupun yang tertunda.

- تحفة المحتاج في شرح المنهاج 

- (Jilid 13, hlm. 22): Hutang yang ada di tangan seseorang yang memiliki nishab atau lebih, baik yang tertunda maupun segera jatuh tempo, kepada Allah SWT atau manusia, tidak menghalangi kewajiban zakatnya. 

- بلغة الطلاب (hlm. 204): 

- Pendapat yang terkuat adalah bahwa hutang tidak menghalangi kewajiban zakat, baik bagi pemberi hutang maupun penerima hutang. Oleh karena itu, peminjam wajib menunaikan zakat atas harta yang dimilikinya dalam perdagangan jika terpenuhi syarat-syaratnya, meskipun harta tersebut diperoleh dari hutang.


*Kesimpulan:*

Berdasarkan referensi kitab fiqih di atas, Solang tetap wajib zakat atas keuntungannya meskipun modalnya berasal dari hutang. Ini sejalan dengan pendapat mayoritas ulama.


*NOMOR 2*

Memang terdapat khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama tentang kewajiban zakat atas modal usaha yang berasal dari hutang.

Ibarotnya di kitab " تحفة المحتاج في شرح المنهاج " (Jilid 13, hlm. 22), menyebutkan adanya khilafiyah ini.

- Pendapat Mayoritas:

1. Mayoritas ulama, termasuk madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, berpendapat bahwa Solang tetap wajib zakat atas keuntungannya, meskipun modalnya berasal dari hutang.

- Pendapat Minoritas:

1. Sebagian kecil ulama, seperti Imam Abu Yusuf dari madzhab Hanafi, berpendapat bahwa Solang tidak wajib zakat atas keuntungannya.


*Alasan Khilafiyah:

Minggu, 07 April 2024

 

*TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH*


*Sail : Aini*



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


*📝 Deskripsi Masalah :*


Pada tanggal 12 sampai tanggal 20 saya kotor karena haid/flek itu kadang keluar dan kadang tidak. Lalu tepat pada tanggal 20 saya bersuci lalu tanggal 21 sampai 25 saya seperti biasa sholat dan puasa, sementara pada tanggal 26 waktu mau sahur saya cek ada lagi ada keluar darah coklat, dan saya kepikiran. Nah kira-kira kapan waktu yang tepat untuk bersuci kalau dihitung masa haid kan 15 hari ya, jadi saya pikir lagi tanggal 21 sampai 25 kemarin saya masih kotor meskipun tidak keluar. Jadi kalau dihitung dari tanggal 12 sampai hari ini tanggal 26 jadi 15 hari kan. Dan saya sering mimpi bersetubuh sampai injal pada saat haid.


*🔄 Pertanyaan :*


1. Batalkah puasa saya yang lima hari itu dan bagaimana cara menghitungnya?


2. Apakah saya harus mandi dua kali dengan niat yang berbeda?


*➡️ Jawaban:*


Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.


1. Puasa yang dilakukan pada 5 hari tersebut batal dan wajib diqodho, sebab menurut pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i pada saat itu masih dihukumi sebagai haid mengingat ada pemisah antara dua haid dikurun waktu 15 hari. Jadi, mudahnya itu adalah : Jika seorang perempuan mengalami siklus haid yang tidak teratur (terputus-putus dalam kurun waktu 15 hari) seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, maka masa sucinya itu masih dianggap sebagai haid karena masih mengikuti ke dalam ruang lingkup 15 hari. Oleh karena itu jika haid pada tanggal 12 dan mendapati suci pada tanggal 20, kemudian keluar darah kembali pada tanggal 26, maka masa bersih atau suci yang 5 hari itu masih dianggap sebagai haid karena turut serta ke masa-masa haid (yang 15 hari itu). 


Namun dikalangan madzhab Syafi'i yang lain masih ada pendapat yang menyatakan bahwa masa pemisah suci dalam ruang lingkup 15 hari itu sudah dianggap suci. Atas dasar itu jika berpijak pada pendapat ini, maka puasa dan sholat yang dilakukan pada 5 hari tersebut dianggap sah. Hanya saja ini bukan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i.


2. Tidak perlu mandi dua kali dengan niat yang berbeda, karena dengan satu kali mandi janabah saja sudah cukup 


📚 Keterangan :


وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ إِذَا عَادَ الدَّمُ بَعْدَ النَّقَاءِ، فَالْكُل حَيْضٌ (الدَّمُ وَالنَّقَاءُ) بِشُرُوطٍ: وَهِيَ أَنْ لاَ يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا، وَلَمْ تَنْقُصِ الدِّمَاءُ مِنْ أَقَل الْحَيْضِ، وَأَنْ يَكُونَ النَّقَاءُ مُحْتَوَشًا بَيْنَ دَمَيِ الْحَيْضِ. وَهَذَا الْقَوْل يُسَمَّى عِنْدَهُمْ قَوْل السَّحْبِ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ. وَالْقَوْل الثَّانِي عِنْدَهُمْ هُوَ أَنَّ النَّقَاءَ طُهْرٌ، لأِنَّ الدَّمَ إِذَا دَل عَلَى الْحَيْضِ وَجَبَ أَنْ يَدُل النَّقَاءُ عَلَى الطُّهْرِ وَيُسَمَّى هَذَا الْقَوْل قَوْل اللَّقْطِ


“Madzhab Syafii menyatakan bahwa disaat darah kembali (keluar) setelah ada masa pemisah bersih (suci), maka darah keseluruhan (yaitu darah yang keluar dan ketika berhenti) itu masih dihukumi sebagai darah haid dengan syarat darah yang keluar (dari yang pertama sampai habisnya masa yang kedua) tidak melebihi lima belas hari, tidak kurang dari masa minimal haid (24 jam) dan masa bersihnya (sucinya) masih meliputi diantara dua haid. Madzhab Syafi'i menyebut pendapat ini dengan qaul sahbi, dan inilah yang mutamad. Sedangkan pendapat kedua menurut madzhab Syafi'i yang lain adalah bahwa pada saat berhenti (darahnya) itu dihukumi suci. Sebab disaat keluarnya darah itu menunjukkan haid, maka ketika darah berhenti berarti menunjukkan suci. Madzhab Syafi'i menyebut pendapat ini dengan qaul laqthi” (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah : 18/305)


📚 Tambahan keterangan :


وَأَمَّا الْأَقَلُّ الَّذِي مَعَ غَيْرِهِ فَلَيْسَ فِيهِ اتِّصَالٌ بَلْ يَتَخَلَّلُهُ نَقَاءٌ بِأَنْ تَرَى دَمًا وَقْتًا وَوَقْتًا نَقَاءً فَهُوَ حَيْضٌ تَبَعًا لَهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا وَلَمْ يَنْقُصْ الدَّمُ عَنْ أَقَلِّ الْحَيْضِ


“Adapun masa minimal haid yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan didalamnya, bahkan haidnya akan terselang oleh waktu bersih. Semisal ketika seorang perempuan melihat keluarnya darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu tetap dianggap sebagai haid karena ikut kepada masa haid. Namun dengan syarat keluarnya itu tidak lebih dari lima belas hari dan tidak kurang dari masa minimal haid (yakni 24 jam)” (Tuhfatul Muhtaj : 1/384)


📚 Tambahan keterangan :


قال الشافعي: إذا أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة، لم يكن عليها غسل الجنابة وهي حائض لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل، وهي لا تطهر بالغسل من الجنابة وهي حائض، فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد، وكذلك لو احتلمت وهي حائض، أجزأها غسل واحد لذلك كله، ولم يكن عليها غسل وإن كثر احتلامها حتى تطهر من الحيض، فتغتسل غسلا واحدا


“Imam Syafi'i berkata: Jika seorang perempuan mengalami junub kemudian mengalami haid sebelum dia melakukan mandi janabah dari junub, maka dia tidak wajib untuk mandi janabah (dua kali) selama dia haid. Karena mandi janabah bertujuan untuk mensucikan diri sedangkan dia tidak bisa mensucikan diri dari janabah dengan mandi wajib saat haid. Oleh karena itu disaat haidnya telah selesai, maka satu kali mandi wajib sudah cukup untuk mensucikan diri dari junub dan haid. Begitu pula jika dia mengalami mimpi basah saat haid, maka satu kali mandi junub sudah cukup untuk mensucikan diri dari junub dan mimpi basah. Dia tidak wajib mandi janabah lagi meskipun dia mengalami mimpi basah berkali-kali sampai dia selesai haid. Dan disaat haidnya sudah selesai, maka hendaknya dia mandi janabah satu kali saja” (Al-Umm : 1/57)


Demikianlah, wallahu a'lam.


            .      TANYA jAWAB  FIQIH

            *••┈•⊰✿ৡৢ˚❁ 💗❁˚ৡ✿⊱•┈••*

                   ━━━━━ ○ ━━━━━•*   

  *۞ﺑِﺴْـــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ۞



اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد


🔰Hari Sabtu

✅Tanggal 06042024

.

📩 soal no 119


Assalamu alaikum 


*Deskripsi Masalah*


 Sudah tidak asing lagi jika sudah menjelang datangnya hari raya idul fitri dipinggir jalan banyak yang menyediakan jasa uang recehan untuk ditukar kepada orang yang membutuhkan. Yang mana para penyedia uang recehan tersebut apabila orang menukar 100 ribu menjadi 90 ribu dan yang 10 ribu buat biaya admin.

             

✳️ *Pertanyaan*

 

Bagaimana menurut pandangan fiqih jasa penyedia uang recehan tersebut?


 


✳️ *Jawaban*


Harom karena termasuk Riba Fadl


إعانة الطالبين الحزء الثالث ص :12-13

وشرط في بيع) ربوي وهو محصور في شيئين (مطعوم) كالبر والشعير والتمر والزبيب الملح والارز والذرة الفول (ونقد) أي ذهب وفضة ولو غير مضروبين كحلي وتبر (بجنسه) كبر ببر وذهب بذهب (حلول) للعوضين (وتقابض قبل تفرق).(قوله: ونقد) قال في التحفة وعلة الربا فيه جوهرية الثمن فلا ربا في الفلوس وإن راجت . اهـ.


Syarat jual beli barang ribawi (barang yang termasuk riba) ada dua:


1. Barang ribawi tersebut harus berupa makanan pokok (مطعوم) seperti gandum, barley, kurma, kismis, garam, beras, jagung, dan kacang-kacangan.

2. Barang ribawi tersebut harus ditukar dengan emas atau perak (نقد) baik dalam bentuk koin (مضروبين) maupun perhiasan (حلي) dan emas murni (تبر).


Kedua barang yang dipertukarkan harus diserahkan secara tunai (حلول) dan pembeli harus menerima kedua barang tersebut sebelum mereka berpisah (تقابض).


Penjelasan tentang alasan riba dalam jual beli barang ribawi:


Dalam kitab al-Tuhfah disebutkan bahwa alasan riba dalam jual beli barang ribawi adalah karena esensi dari barang ribawi adalah sebagai alat tukar (جوهرية الثمن). Oleh karena itu, tidak ada riba dalam jual beli mata uang (فلوس) meskipun mata uang tersebut sedang berlaku.


قول المنقح ص : 5

فإن بيعت الأوراق مثلها متماثلا أو متفاوتا كان من قبيل بيع النقد بنقد في الذمة فتجري فيه شروط الربوي فإن اتفق في الجنس كفضة بفضة اشترط في صحة العقود الحلول والتقابض والتماثل وإن اختلف في الجنس واتحد في علة الربا كذهب وفضة اشترط الأولان وإن فقد شرط من هذه الشروط لم يصح العقد


Jual beli uang kertas dengan uang kertas lainnya, baik sama jenisnya (متماثلا) ataupun berbeda jenisnya (متفاوتا), dianggap sebagai jual beli mata uang dengan mata uang secara tangguh (بيع النقد بنقد في الذمة). Oleh karena itu, syarat-syarat jual beli barang ribawi (ربوي) berlaku untuk jual beli uang kertas.


Jika kedua uang kertas tersebut sama jenisnya, seperti perak dengan perak, maka syarat sahnya akad adalah:


- Penyerahan secara tunai (حلول)

- Penerimaan oleh pembeli (تقابض)

- Kesamaan kadar (تماثل)


Jika kedua uang kertas tersebut berbeda jenisnya, tetapi memiliki kesamaan dalam hal alasan riba (علة الربا), seperti emas dan perak, maka dua syarat pertama (penyerahan secara tunai dan penerimaan oleh pembeli) tetap harus dipenuhi.


Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka akad jual beli tidak sah.


▶️ Catatan :


الفواكه الدواني الجزء الخامس ص 403

خاتمة) وقع خلاف في علة الربا في النقود فقيل غلبة الثمنية وقيل مطلق الثمنية وعلى الأول تخرج الفلوس الجدد فلا يدخلها الربا ويدخلها على الثاني .


حاشية العدوي الجزء الخامس ص 450

واختلف في علة الربا في النقود فقيل غلبة الثمنية وقيل مطلق الثمنية وعلى الأول تخرج الفلوس الجدد فلا يدخلها الربا ويدخلها على الثاني وإنما كانت علة الربا في النقود ما ذكر لأنا لو لم نمنع الربا فيها لأدى ذلك إلى قلتها فيتضرر بها الناس كما قاله اللقاني وحمل قول مالك في الفلوس على الكراهة للتوسط بين الدليلين كما قاله خليل في توضيحه .


Terdapat perbedaan pendapat tentang alasan riba dalam uang. Pendapat pertama mengatakan bahwa alasan riba adalah karena uang umumnya digunakan sebagai alat tukar (غلبة الثمنية). Pendapat kedua mengatakan bahwa alasan riba adalah karena uang itu sendiri memiliki nilai tukar (مطلق الثمنية).


Kesimpulannya :

Berdasarkan pendapat pertama, mata uang baru (الفلوس الجدد) tidak termasuk dalam kategori barang ribawi karena tidak secara umum digunakan sebagai alat tukar. Namun, berdasarkan pendapat kedua, mata uang baru termasuk dalam kategori barang ribawi karena memiliki nilai tukar.


Alasan larangan riba dalam uang adalah seperti yang telah disebutkan. Jika riba tidak dilarang, maka hal itu akan menyebabkan berkurangnya jumlah uang dan masyarakat akan dirugikan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Laqani.


Pendapat Imam Malik tentang mata uang baru dipahami sebagai pendapat yang menyatakan bahwa jual beli mata uang baru makruh. Hal ini merupakan jalan tengah antara dua pendapat yang ada, sebagaimana yang dikatakan oleh Khalil dalam kitabnya "Tawdih".







              

        .         TANYA JAWAB  FIQIH


══════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎══════•

◎ *اللهم اجعلنا من العلماء العاملين المخلصين*◎

Kamis, 04 April 2024

 *TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH*


*👳🏻‍♀️SA'IL: Azora*


*⏸️ Pertanyaan :*


Assalamualaikum wr wb.


Izin bertanya yai.


Apakah ada ulama yang memperbolehkan zakat fitrah diberikan kepada guru ngaji, kiyai dan ustadz?


Mohon jawbannya yai 🙏🏻


*➡️ Jawaban :*


Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.


Memberikan zakat fitrah kepada guru ngaji entah itu ustadz, kiyai atau sejenisnya adalah boleh jika memang mereka statusnya adalah sebagai faqir atau miskin. Jadi seorang guru ngaji hanya berhak menerima zakat itu bukan karena statusnya sebagai guru ngaji, tapi karena dia termasuk salah satu kategori dari delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Dan satu lagi, guru ngaji tidak bisa diartikan sebagai Sabilillah dalam makna hakiki persoalan zakat. Adapun dalam makna yang secara umum, setiap orang yang berada diatas kebaikan entah itu guru ngaji, penuntut ilmu dan sejenisnya adalah Sabilillah, namun bukan itu yang dimaksud dalam konteks permasalahan zakat. 


📚 Keterangan :


الفقير : هو من لا مال له أصلا ولا كسب من حلال أو له مال أو كسب دون أن يكفيه أي من ذلك بأن كان أقل من نصف الكفاية


“Faqir adalah orang yang tidak punya harta atau pekerjaan sama sekali dari pekerjaan halal, atau punya harta dan pekerjaan namun tidak mencukupi (kebutuhan perharinya). Gambarannya adalah, hasilnya itu lebih sedikit (atau kurang) dari kebutuhannya” (Fiqhul Ibadat : 1/655)


📚 Tambahan keterangan :


الفقير في الزكاة هو الذي لا مال له ولا كسب يقع موقعا من حاجته أي مطعما وملبسا ومسكنا وغيرها مما لا بد منه على ما يليق بحاله وحال ممونه لعمر الغالب


“Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta sama sekali, atau mempunyai harta yang jika dibagi dari sisa dari umur gholibnya (60 tahun) itu tidak mencapai 50% (atau lebih sedikit) dari kebutuhan primernya. Atau orang yang tidak punya pekerjaan layak, atau punya pekerjaan namun hasilnya tidak mencapai 50% dari kebutuhan perharinya” (Hasyiyah Al-Baijuri : 282)


📚 Tambahan :


والمسكين: هو من قدر على مال أو كسب حلال يساوي نصف ما يكفيه في العمر الغالب


“Miskin adalah orang yang punya pekerjaan namun hasilnya tidak mencukupi kebutuhan primernya. tau punya harta yang jika dihitung untuk mencukupi kebutuhan pada sisa umur gholibnya (60 tahun), maka hasilnya hanya mencapai 50% lebih dari kebutuhan perharinya” (Fiqhul Islam : 3/1964)


📚 Tambahan :


وأما القوي المكتسب فال تحل له الزكاة والقوي المكتسب هو من كان صحيحاًفي بدنه ويجد عملا يكتسب منه ما يسد حاجته فهذا لا يعطى من الزكاة ألن الواجبعليه أن يعمل ويكسب ليكفي نفسه وعياله ولا يجوز أن يكون عاطالًا عن العمل باختياره ويمد يده بدنه ويجد عمالًا يكتسب منه ما يسد حاجته فهذا لا يعطى من الزكاة لان الواجب عليه أن يعمل ويكسب ليكفي نفسه وعياله ولا يجوز أن يكون عاطالًا عن العمل باختياره ويمد يده ليأخذ من أموال الزكاة وهذا مذهب جمهور أهل العلم


“Dan adapun orang yang kuat (atau) mampu untuk bekerja, maka tidak halal baginya menerima zakat. Sedangkan pengertian orang yang kuat (atau) mampu untuk bekerja adalah orang yang badannya sehat dan dia mendapatkan pekerjaaan yang dapat menutup kebutuhannya sehari-hari. Maka orang seperti ini tidak diberi zakat, karena yang wajib baginya adalah bekerja agar dapat mencukupi bagi dirinya dan keluarganya. Dan tidak boleh pula bagi dia bermalas malasan untuk tidak bekerja, serta tidak boleh pula bagi dia meminta-minta zakat. Yang demikian ini adalah madzhabnya mayoritas ahli ilmu” (Majmu' Syarah Muhadzdzab : 6/22)


📚 Tambahan :


الصِّنْفُ السَّابِعُ: فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَهُمُ الْغُزَاةُ الَّذِينَ لَا رِزْقَ لَهُمْ فِي الْفَيْءِ وَلَا يُصْرَفُ شَيْءٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ إِلَى الْغُزَاةِ الْمُرْتَزِقَةِ، كَمَا لَا يُصْرَفُ شَيْءٌ مِنَ الْفَيْءِ إِلَى الْمُطَوِّعَةِ


“Mustahiq yang ke tujuh yaitu fisabilillah. Mereka adalah orang yang berperang dijalan Allah yang mana mereka tidak mendapat bagian (upah) dari harta fai', dan zakat tidak diberikan kepada orang yang berperang sedangkan dia mendapat bagian (gaji)  dari harta fai', sebagaimana harta fai' tidak boleh diberikan kepada orang yang mutatowwi (yang semata-mata ingin berbuat baik)”


📚 Tambahan :


{حجج القطعية، الصحفة ٩٩}

ان الزكاة يمكن صرفها لمعلم القرأن المسكين....... وبالعكس عندما كان معلم القرأن غنيا موسرا ويتمكن من سداد حوائجه اليومية فيمنع له صرف الزكاة


“Bahwasanya zakat dapat dibayarkan kepada guru Al-Qur'an (guru ngaji) yang mana dia termasuk kategori miskin. Dan ketika Guru Al-Qur'an itu kaya serta mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari, maka dia dilarang untuk diberi zakat”


📚 Tambahan :


وما يقال عن القفال عن بعض الفقهاء، مما ذكره السائل, لم نره عنه فيما فيما بأيدينا من المصادر


“Dan apa yang dinukil dari imam Qoffal dari sebagian fuqoha (terkait bolehanya memberikan zakat kepada semua hal yang bersifat kebaikan entah itu berupa upah penguburan jenazah, pembagunan benteng, dan pembangunan masjid) sebagaimana yang sudah dikatakan oleh sail (penanya), maka kami tidak menemukan dari pendapat tersebut sumber aslinya” (Fatawa Syaikh Abu Bakar Bafadhol : 14)


📚 Tambahan :


(المجموع شرح المهذب : ج ٦ ص ٢١٢)

واحتج أصحابنا بأن المفهوم في الإستعمال المتبادر الى الأفهام أن سبيل الله هو الغزو وأكثر ما جاء في القرآن العزيز كذلك واحتج الأصحاب ايضا بحديث «لا تحل الصدقة لغني الا لخمسة» فذكر منهم الغازي وليس في الأصناف الثمانية من يعطى باسم الغزاة سوى الذين نعطيهم من سهم سبيل الله


Demikianlah, wallahu a'lam.

Senin, 01 April 2024

 


*TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH*


*Sail : Aini*


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


*📝 Deskripsi Masalah :*


Pada tanggal 12 sampai tanggal 20 saya kotor karena haid/flek itu kadang keluar dan kadang tidak. Lalu tepat pada tanggal 20 saya bersuci lalu tanggal 21 sampai 25 saya seperti biasa sholat dan puasa, sementara pada tanggal 26 waktu mau sahur saya cek ada lagi ada keluar darah coklat, dan saya kepikiran. Nah kira-kira kapan waktu yang tepat untuk bersuci kalau dihitung masa haid kan 15 hari ya, jadi saya pikir lagi tanggal 21 sampai 25 kemarin saya masih kotor meskipun tidak keluar. Jadi kalau dihitung dari tanggal 12 sampai hari ini tanggal 26 jadi 15 hari kan. Dan saya sering mimpi bersetubuh sampai injal pada saat haid.


*🔄 Pertanyaan :*


1. Batalkah puasa saya yang lima hari itu dan bagaimana cara menghitungnya?


2. Apakah saya harus mandi dua kali dengan niat yang berbeda?


*➡️ Jawaban:*


Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.


1. Puasa yang dilakukan pada 5 hari tersebut batal dan wajib diqodho, sebab menurut pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i pada saat itu masih dihukumi sebagai haid mengingat ada pemisah antara dua haid dikurun waktu 15 hari. Jadi, mudahnya itu adalah : Jika seorang perempuan mengalami siklus haid yang tidak teratur (terputus-putus dalam kurun waktu 15 hari) seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, maka masa sucinya itu masih dianggap sebagai haid karena masih mengikuti ke dalam ruang lingkup 15 hari. Oleh karena itu jika haid pada tanggal 12 dan mendapati suci pada tanggal 20, kemudian keluar darah kembali pada tanggal 26, maka masa bersih atau suci yang 5 hari itu masih dianggap sebagai haid karena turut serta ke masa-masa haid (yang 15 hari itu). 


Namun dikalangan madzhab Syafi'i yang lain masih ada pendapat yang menyatakan bahwa masa pemisah suci dalam ruang lingkup 15 hari itu sudah dianggap suci. Atas dasar itu jika berpijak pada pendapat ini, maka puasa dan sholat yang dilakukan pada 5 hari tersebut dianggap sah. Hanya saja ini bukan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i.


2. Tidak perlu mandi dua kali dengan niat yang berbeda, karena dengan satu kali mandi janabah saja sudah cukup 


📚 Keterangan :


وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ إِذَا عَادَ الدَّمُ بَعْدَ النَّقَاءِ، فَالْكُل حَيْضٌ (الدَّمُ وَالنَّقَاءُ) بِشُرُوطٍ: وَهِيَ أَنْ لاَ يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا، وَلَمْ تَنْقُصِ الدِّمَاءُ مِنْ أَقَل الْحَيْضِ، وَأَنْ يَكُونَ النَّقَاءُ مُحْتَوَشًا بَيْنَ دَمَيِ الْحَيْضِ. وَهَذَا الْقَوْل يُسَمَّى عِنْدَهُمْ قَوْل السَّحْبِ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ. وَالْقَوْل الثَّانِي عِنْدَهُمْ هُوَ أَنَّ النَّقَاءَ طُهْرٌ، لأِنَّ الدَّمَ إِذَا دَل عَلَى الْحَيْضِ وَجَبَ أَنْ يَدُل النَّقَاءُ عَلَى الطُّهْرِ وَيُسَمَّى هَذَا الْقَوْل قَوْل اللَّقْطِ


“Madzhab Syafii menyatakan bahwa disaat darah kembali (keluar) setelah ada masa pemisah bersih (suci), maka darah keseluruhan (yaitu darah yang keluar dan ketika berhenti) itu masih dihukumi sebagai darah haid dengan syarat darah yang keluar (dari yang pertama sampai habisnya masa yang kedua) tidak melebihi lima belas hari, tidak kurang dari masa minimal haid (24 jam) dan masa bersihnya (sucinya) masih meliputi diantara dua haid. Madzhab Syafi'i menyebut pendapat ini dengan qaul sahbi, dan inilah yang mutamad. Sedangkan pendapat kedua menurut madzhab Syafi'i yang lain adalah bahwa pada saat berhenti (darahnya) itu dihukumi suci. Sebab disaat keluarnya darah itu menunjukkan haid, maka ketika darah berhenti berarti menunjukkan suci. Madzhab Syafi'i menyebut pendapat ini dengan qaul laqthi” (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah : 18/305)


📚 Tambahan keterangan :


وَأَمَّا الْأَقَلُّ الَّذِي مَعَ غَيْرِهِ فَلَيْسَ فِيهِ اتِّصَالٌ بَلْ يَتَخَلَّلُهُ نَقَاءٌ بِأَنْ تَرَى دَمًا وَقْتًا وَوَقْتًا نَقَاءً فَهُوَ حَيْضٌ تَبَعًا لَهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا وَلَمْ يَنْقُصْ الدَّمُ عَنْ أَقَلِّ الْحَيْضِ


“Adapun masa minimal haid yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan didalamnya, bahkan haidnya akan terselang oleh waktu bersih. Semisal ketika seorang perempuan melihat keluarnya darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu tetap dianggap sebagai haid karena ikut kepada masa haid. Namun dengan syarat keluarnya itu tidak lebih dari lima belas hari dan tidak kurang dari masa minimal haid (yakni 24 jam)” (Tuhfatul Muhtaj : 1/384)


📚 Tambahan keterangan :


قال الشافعي: إذا أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة، لم يكن عليها غسل الجنابة وهي حائض لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل، وهي لا تطهر بالغسل من الجنابة وهي حائض، فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد، وكذلك لو احتلمت وهي حائض، أجزأها غسل واحد لذلك كله، ولم يكن عليها غسل وإن كثر احتلامها حتى تطهر من الحيض، فتغتسل غسلا واحدا


“Imam Syafi'i berkata: Jika seorang perempuan mengalami junub kemudian mengalami haid sebelum dia melakukan mandi janabah dari junub, maka dia tidak wajib untuk mandi janabah (dua kali) selama dia haid. Karena mandi janabah bertujuan untuk mensucikan diri sedangkan dia tidak bisa mensucikan diri dari janabah dengan mandi wajib saat haid. Oleh karena itu disaat haidnya telah selesai, maka satu kali mandi wajib sudah cukup untuk mensucikan diri dari junub dan haid. Begitu pula jika dia mengalami mimpi basah saat haid, maka satu kali mandi junub sudah cukup untuk mensucikan diri dari junub dan mimpi basah. Dia tidak wajib mandi janabah lagi meskipun dia mengalami mimpi basah berkali-kali sampai dia selesai haid. Dan disaat haidnya sudah selesai, maka hendaknya dia mandi janabah satu kali saja” (Al-Umm : 1/57)


Demikianlah, wallahu a'lam.